Malam Bakti Pattidana diisi dengan banyak kegiatan, salah satunya Baksos dan banyak lagi bentuk kebajikan yang dilakukan. Setelah melakukan kebajikan yang tidak sedikit, para umat Buddha berseama-sama melimpahkan jasa kebajikan dengan harapan semoga para pahlawan dan para leluhur yang telah mendahului turut berbahagia atas kebajikan yang telah dilakukan. Begitulah kiranya upacara Pattidana ini dan berikut sekilas tentang sejarah Pattidana:
Pada suatu hari, Raja Bimbisara berdana
makanan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Tetapi setelah
berdana makan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau, raja lupa
melakukan pelimpahan jasa. Raja lupa melimpahkan jasa kebajikannya
kepada sanak saudaranya yang terlahir di alam peta, menjadi makhluk
peta selama 92 kalpa. Pada waktu itu raja sibuk memikirkan ”tempat”
untuk Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya, tempat untuk bervassa.
Malam harinya, Raja Bimbisara tidak
bisa tidur, beliau mendengar suara-suara jeritan yang mengerikan,
teriakan-teriakan putus asa yang mengerikan. Sepanjang malam raja tidak
bisa tidur hingga pagi hari.
Pagi harinya, karena tidak bisa tidur
semalam suntuk, maka wajah raja menjadi pucat pasi, beliau terganggu
oleh jeritan-jeritan putus asa yang mengerikan, suara-suara jeritan
dari alam peta.
Raja pergi menemui Sang Buddha, raja
menceritakan pengalamannya mendengarkan suara-suara jeritan putus asa
dan bertanya kepada Sang Buddha: ”Bhante, apakah yang akan terjadi pada
diri saya dan ciri-ciri apakah itu, yang mengganggu saya sepanjang
malam? Apakah ini suatu pertanda yang buruk bagi saya sebagai raja,
Bhante?”
Sang Buddha dengan tenang memberi jawaban kepada raja: ”Raja yang agung, tidak akan terjadi apapun pada dirimu raja! Yang terjadi sebenarnya adalah: sanak saudaramu yang terlahir di alam peta menjadi makhluk peta, selama sembilan puluh dua kalpa, mereka telah lama menunggu dan menurut kamma mereka, sudah waktunya mereka mendapatkan pelimpahan jasa.”
Sang Buddha dengan tenang memberi jawaban kepada raja: ”Raja yang agung, tidak akan terjadi apapun pada dirimu raja! Yang terjadi sebenarnya adalah: sanak saudaramu yang terlahir di alam peta menjadi makhluk peta, selama sembilan puluh dua kalpa, mereka telah lama menunggu dan menurut kamma mereka, sudah waktunya mereka mendapatkan pelimpahan jasa.”
”Kalau demikian halnya, apakah mereka
bisa mendapatkan pelimpahan jasa hari ini?” Raja bertanya kepada Sang
Buddha. Sang Buddha memberikan jawaban bahwa: ”Hal itu bisa dilakukan
hari ini.”
Raja Bimbisara menjadi semangat dan
mengundang Sang Buddha serta bhikkhu Saïgha untuk menerima dana makan
di istana raja, Sang Buddha menyetujui dengan berdiam diri.
Raja kembali ke istana, memberi
instruksi kepada pelayan istana untuk mempersiapkan dana makanan yang
besar dan meriah kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Beraneka
makanan dan minuman dipersiapkan oleh raja, juga kain jubah serta
tempat tinggal untuk murid-murid-Nya. Setelah semuanya siap, raja
mempersilahkan Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya memasuki ruang istana.
Ketika sampai di ruang istana raja,
Sang Buddha dengan menggunakan kekuatan batin-Nya, mampu membuka tabir
sehingga raja bisa melihat makhluk peta yang jumlahnya ribuan, mereka
berdiri berderet-deret dengan tubuh kurus kering tinggal kulit pembalut
tulang, urat-urat nadinya menonjol keluar, rambut kusut seperti ijuk –
sungguh suatu pemandangan yang mengerikan. Raja merasa kasihan dengan
makhluk-makhluk peta tersebut.
Oleh karena itu, raja mulai melayani
Sang Buddha dengan mempersembahkan air, dengan pikiran: ”Semoga jasa
dari mempersembahkan air ini, jasanya melimpah pada sanak saudaraku
yang terlahir di alam peta. Ketika air itu disentuh dan diterima oleh
Sang Buddha, saat itu juga muncul keajaiban: di alam peta muncul
kolam-kolam air yang dalam, persegi empat, airnya jernih, dan di sana
juga tumbuh bunga teratai. Raja bisa melihat semua kejadian di alam
peta – sekarang makhluk peta bisa minum sepuasnya dan mandi sepuasnya.
Tubuh makhluk peta sekarang menjadi segar.
Raja menjadi semakin bersemangat, raja
kemudian mempersembahkan bubur beras kepada Sang Buddha, ketika bubur
beras itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, maka di alam peta
seketika muncul makanan-makanan surgawi yang lezat-lezat, sehingga
tubuh makhluk peta berubah menjadi segar, sehat dan padat, berisi dan
bercahaya. Makhluk peta telah berubah menjadi makhluk surgawi, oleh
karena itu, raja semakin bersemangat mempersembahkan kain jubah dan
tempat tinggal.
Sekarang makhluk peta berubah menjadi
makhluk dewa dan dewi dengan istana yang megah. Raja merasa puas
dengan kemuliaan yang telah dialami oleh sanak saudaranya menjadi
dewa-dewi yang cemerlang.itulah sekilas tentang sejarah Pattidana dan berikut dokumentasi kamu: