Monday, 16 September 2013

Malam Bakti Patidana 17 Agustus 2013

Keluarga besar Vihara Grha Buddha Manggala pada tanggal 17 Agustus kembali mengadakan Pattidana. Malam Bakti Pattidana berlangsung hikmat. Upacara ini diadakan guna mengenang lagi jasa-jasa para pahlawan dan para leluhur yang telah meninggal. Mengingat budhi baik orang memang sulit, namun hal itu adalah sebuah kebajikan besar, karena marupakan wujud bakti kita yang dapat kita perlihatkan pada saat ini.
Malam Bakti Pattidana diisi dengan banyak kegiatan, salah satunya Baksos dan banyak lagi bentuk kebajikan yang dilakukan. Setelah melakukan kebajikan yang tidak sedikit, para umat Buddha berseama-sama melimpahkan jasa kebajikan dengan harapan semoga para pahlawan dan para leluhur yang telah mendahului turut berbahagia atas kebajikan yang telah dilakukan. Begitulah kiranya upacara Pattidana ini dan berikut sekilas tentang sejarah Pattidana:

Pada suatu hari, Raja Bimbisara berdana makanan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Tetapi setelah berdana makan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau, raja lupa melakukan pelimpahan jasa. Raja lupa melimpahkan jasa kebajikannya kepada sanak saudaranya yang terlahir di alam peta, menjadi makhluk peta selama 92 kalpa. Pada waktu itu raja sibuk memikirkan ”tempat” untuk Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya, tempat untuk bervassa.
Malam harinya, Raja Bimbisara tidak bisa tidur, beliau mendengar suara-suara jeritan yang mengerikan, teriakan-teriakan putus asa yang mengerikan. Sepanjang malam raja tidak bisa tidur hingga pagi hari.
Pagi harinya, karena tidak bisa tidur semalam suntuk, maka wajah raja menjadi pucat pasi, beliau terganggu oleh jeritan-jeritan putus asa yang mengerikan, suara-suara jeritan dari alam peta.
Raja pergi menemui Sang Buddha, raja menceritakan pengalamannya mendengarkan suara-suara jeritan putus asa dan bertanya kepada Sang Buddha: ”Bhante, apakah yang akan terjadi pada diri saya dan ciri-ciri apakah itu, yang mengganggu saya sepanjang malam? Apakah ini suatu pertanda yang buruk bagi saya sebagai raja, Bhante?”
Sang Buddha dengan tenang memberi jawaban kepada raja: ”Raja yang agung, tidak akan terjadi apapun pada dirimu raja! Yang terjadi sebenarnya adalah: sanak saudaramu yang terlahir di alam peta menjadi makhluk peta, selama sembilan puluh dua kalpa, mereka telah lama menunggu dan menurut kamma mereka, sudah waktunya mereka mendapatkan pelimpahan jasa.”
”Kalau demikian halnya, apakah mereka bisa mendapatkan pelimpahan jasa hari ini?” Raja bertanya kepada Sang Buddha. Sang Buddha memberikan jawaban bahwa: ”Hal itu bisa dilakukan hari ini.”
Raja Bimbisara menjadi semangat dan mengundang Sang Buddha serta bhikkhu Saïgha untuk menerima dana makan di istana raja, Sang Buddha menyetujui dengan berdiam diri.
Raja kembali ke istana, memberi instruksi kepada pelayan istana untuk mempersiapkan dana makanan yang besar dan meriah kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Beraneka makanan dan minuman dipersiapkan oleh raja, juga kain jubah serta tempat tinggal untuk murid-murid-Nya. Setelah semuanya siap, raja mempersilahkan Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya memasuki ruang istana.
Ketika sampai di ruang istana raja, Sang Buddha dengan menggunakan kekuatan batin-Nya, mampu membuka tabir sehingga raja bisa melihat makhluk peta yang jumlahnya ribuan, mereka berdiri berderet-deret dengan tubuh kurus kering tinggal kulit pembalut tulang, urat-urat nadinya menonjol keluar, rambut kusut seperti ijuk – sungguh suatu pemandangan yang mengerikan. Raja merasa kasihan dengan makhluk-makhluk peta tersebut.
Oleh karena itu, raja mulai melayani Sang Buddha dengan mempersembahkan air, dengan pikiran: ”Semoga jasa dari mempersembahkan air ini, jasanya melimpah pada sanak saudaraku yang terlahir di alam peta. Ketika air itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, saat itu juga muncul keajaiban: di alam peta muncul kolam-kolam air yang dalam, persegi empat, airnya jernih, dan di sana juga tumbuh bunga teratai. Raja bisa melihat semua kejadian di alam peta – sekarang makhluk peta bisa minum sepuasnya dan mandi sepuasnya. Tubuh makhluk peta sekarang menjadi segar.
Raja menjadi semakin bersemangat, raja kemudian mempersembahkan bubur beras kepada Sang Buddha, ketika bubur beras itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, maka di alam peta seketika muncul makanan-makanan surgawi yang lezat-lezat, sehingga tubuh makhluk peta berubah menjadi segar, sehat dan padat, berisi dan bercahaya. Makhluk peta telah berubah menjadi makhluk surgawi, oleh karena itu, raja semakin bersemangat mempersembahkan kain jubah dan tempat tinggal.
Sekarang makhluk peta berubah menjadi makhluk dewa dan dewi dengan istana yang megah. Raja merasa puas dengan  kemuliaan yang telah dialami oleh sanak saudaranya menjadi dewa-dewi yang cemerlang.
itulah sekilas tentang sejarah Pattidana dan berikut dokumentasi kamu: