Thursday 20 September 2007

Potret Kegiatan Agustus 2007


"MERDEKA" ... "Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-62" ... demikianlah satu ucapan selamat yang senantiasa dikumandangkan ketika bulan Agustus telah tiba.
Seluruh warga negara Indonesia akan merayakan hari Kemerdekaan RI dengan suasana yang meriah. Demikian juga Graha Buddha Manggala sebagai bagian dari Masyarakat Indonesia turut merayakan Kemerdekaan RI dengan merangkai sejumlah acara yang cukup berkesan bagi umat Buddha namun tetap memberikan nuansa kebangsaan, antara lain:
1. mengisi Siraman Rohani di Lapas oleh PMd. Santoso dengan muatan-muatan, bagaimana seharusnya Umat Buddha bersikap dalam bagian sbg Warga Negara Indonesia yang baik.
2. Keikutsertaan Graha Buddha Manggala dalam Rapat Koordinasi dengan Badan Narkotika Nasional pada 9-10 Agustus 2007 di Kota Bandung, di mana Graha Buddha Manggala turut berpartisipasi aktif dalam upaya menanggulangi bahaya Narkoba, peranan Graha Buddha Manggala sebagai lembaga agama Buddha, bisa memberikan andil bagi warga kota Batam yang Buddhis.
3. mengundang Bhante Thitayanno ke Kota Batam, dengan sejumlah rangkaian acara:
- Diskusi Dhamma dengan topik: Aneka Ragam Meditasi dalam Agama Buddha
- Pelepasan Mahluk Hidup - ikan lele di Sungai Ladi, yang juga diikuti oleh si kecil Fernando Dhiraputra Chandaka, nama panggilannya Xiang2
- Mengisi Siraman Rohani di Lapas Kota Batam, dan Bhante Thitayanno mengajarkan bermacam trik meditasi yang cocok buat teman2 di Lapas, berbagai pertanyaan muncul dari teman2 di lapas, ada yang sangat semangat dalam bermeditasi, yang menurut penuturan dia pernah bermeditasi di dalam sel tahanan hingga 1-2 jam untuk mengisi hari-harinya. Bhante mengajarkan trik meditasi dengan cara duduk bersila, berjalan, berbaring. Duduk bersila bisa dengan posisi kaki disilangkan seperti lotus, half-lotus, atau bersila dengan menyilangkan kaki dengan tetap mempertahankan sentuhan paha di lantai guna memperkuat posisi duduk dan tak cepat mengalami kesakitan di kaki. Bhante juga mengajarkan teknik bagaimana mengendalikan pikiran saat bermeditasi menggunakan obyek pernafasan, bisa dengan hitungan, bisa dengan menyebut "buddho" atau "sabbe satta bhavantu sukhitata"
- dan melaksanakan Pindapatta, di mana hal ini merupakan upaya dari Graha Buddha Manggala untuk meneruskan tradisi yang sudah ada semenjak jaman Sang Buddha, yaitu para bhikkhu berkeliling untuk menyediakan kesempatan bagi umat berdana makanan, demikian dengan Bhante Thitayanno, beliau berkeliling di perumahan Baloi Mas Permai, Anggrek Permai untuk melakukan pindapatta. Respon dari warga sekitar cukup baik, walaupun di kala cuaca mendung, cukup antusias warga sekitar yang mayoritas adalah Buddhis, dengan suka cita memberikan dana makanan kepada Bhante Thitayanno.
- Kunjungan Kasih ke Rumah Sakit Awal Bros, di mana hanya ada satu pasien Buddhis yang memohon untuk dibacakan Paritta, maka kami dari Graha Buddha Manggala yang terdiri dari Bhante Thitayanno, PMd. Suwarno, Bpk. Kodho Eko Prayogo, Dr. Fisher Sp.RM dan istrinya bersama-sama membacakan Paritta Kesembuhan, yang mana kebetulan pasien tersebut akan menjalani operasi kelahiran bayi... semoga dengan kekuatan kebajikan, dapat memperoleh kesembuhan, kepulihan dengan bantuan dokter, obat, dan perawatan yang baik.

4. Di bulan Agustus yang biasanya berbarengan dengan jatuhnya bulan Cit Gwee penanggalan Imlek, Graha Buddha Manggala bersama-sama dengan Vihara Dharma Mulia, mengadakan rangkaian acara Patidana yaitu upacara Pelimpahan Jasa bagi para leluhur dan Pahlawan Republik Indonesia. Upacara Patidana ini diadakan dua kali, pagi dan malam hari, untuk pagi hari dipimpin oleh PMd. Suwarno, dan diisi dengan ceramah Dhamma oleh Bhante Subalaratano Mahathera, kemudian malam hari oleh Bpk. Kodho Eko Prayogo S.Ag dengan ceramah Dhamma oleh Bhante Thitayanno.
Bhante Subalaratano memberikan penjelasan, bahwa apa yang kita limpahkan adalah jasa kebajikan, karena hanya itulah yang bisa kita persembahkan bagi para leluhur atau para pahlawan yang telah gugur, dengan harapan semoga dengan jasa kebajikan tersebut, mereka yang terlahir di alam peta turut berbahagia, sehingga dengan sekali perasaan mereka berbahagia melihat anak-cucunya (kita) yang telah berbuat baik dan mengatasnamakan mereka, maka mereka akan terlahir di alam yang lebih baik, berkat rasa mudita-citta yang telah mereka kembangkan. Sungguh sukar bagi mereka yang terlahir di alam peta untuk berbuat bajik, mereka akan dengan setia menunggu sanak keluarga di dinding, di depan pintu, di depan jendela, di halaman rumah, di pojokan, di tengah-tengah jalan, untuk mengharap persembahan dari sanak keluarganya. Oleh karenanya, Sang Buddha menganjurkan kepada kita, untuk melaksanakan kewajiban seorang anak kepada orang tua yaitu Pelimpahan Jasa sesuai apa yang tercantum dalam Sigalovada Sutta. Sebenarnya dasar cerita Pelimpahan Jasa ini sudah ada semenjak jaman Sang Buddha, yang mana saat itu Raja Bimbisara yang konon banyak melakukan kebajikan namun tidak pernah melimpahkan kepada sanak keluarganya, dan ternyata sanak keluarga yang telah meninggal tersebut, terlahir di alam peta, dengan demikian mereka satu saat berusaha menarik perhatian dari Raja Bimbisara untuk peduli terhadap mereka... namun apa reaksi awal dari Raja tersebut, sang Raja justru menjadi ketakutan, dan berusaha bertanya kepada Sang Buddha serta memohon nasehat. Oleh Sang Buddha diberikan nasehat untuk berbuat bajik dan dilimpahkan kepada sanak keluarga yang telah meninggal, akhirnya sang Raja melaksanakan nasehat Sang Buddha... dan seketika itu juga para sanak keluarga merasa turut berbahagia karena telah menerima jasa kebajikan yang telah dilimpahkan atas nama mereka... Demikian hal ini tercantum dalam Tirokuddha Sutta yang menjadi dasar pula bagi Umat Buddha, mengapa harus melimpahkan jasa kebajikan.
Kekuatan dari hasil pelimpahan jasa ini bisa diibaratkan seperti seorang anak yang memberitahukan kepada orang tuanya, atas kesuksesannya dalam menjalankan studi, meraih nilai yang terbaik, maka dengan pemberitaan ini, sang orang tua akan menjadi senang, menjadi bahagia ... maka perasaan bahagia inilah sebenarnya satu upaya melakukan kebajikan bagi orang tua tersebut, turut berbahagia atas kesuksesan anaknya atau orang lain. Upacara Patidana sebenarnya tidaklah harus dilaksanakan hanya pada bulan Cit Gwee atau yang dikenal kalau dalam tradisi Mahayana adalah upacara Cio Ko (Cau Du), namun Patidana selayaknya dilaksanakan setiap saat, setiap waktu ada kesempatan kita melakukan kebajikan, kita senantiasa ingat pada sanak leluhur, semua mahluk yang berhubungan karma dengan kita, ataupun juga semua mahluk yang tampak maupun tak tampak, kita cukup mengucapkan "Semoga dengan Kebajikan yang telah sy lakukan, melimpah pada sanak keluarga yang telah meninggal, semoga mereka turut berbahagia, dan semoga semua mahluk berbahagia".
5. Hasil pengumpulan Upacara Patidana diwujudkan dalam bentuk barang atau sembako, yang dibagi-bagikan kepada warga kurang dan tak mampu... Dalam kesempatan ini, kami dari Graha Buddha Manggala dan Vihara Dharma Mulia memilih Kampung Nelayan sebagai penerima dana sembako tersebut.... ada yang dari suku Melayu, suku Batak, dan suku Tionghoa... Kami turut berbahagia, karena mereka telah menerima dana sembako dengan bahagia pula.